Drama Ular Putih (Teater Koma 2015)

Harapan dan cinta adalah dua hal yang membuat Siluman Ular Putih mengubah wujudnya menjadi manusia.  Walau ia tahu ia mungkin akan terluka, tersakiti, tapi ia tetap bersikukuh menjadi seorang manusia.

Ia juga ingin berbuat kebaikan bagi manusia-manusia lain. Ia membujuk adiknya, Siluman Ular Hijau untuk mengikutinya. Maka, berubahlah mereka menjadi manusia.

Ketika menjadi manusia, Ular Putih menemukan pujaan hatinya. Ia menikah dan membuat toko obat bersama suaminya yang tidak tahu identitas asli si Ular Putih. Awalnya semuanya berjalan baik. Mereka tinggal dengan bahagia, rajin menolong sesama, dan terkenal sebagai orang yang ahli dalam pengobatan.

Akan tetapi, ketika ada seorang pandita yang menerima mandat surga untuk membersihkan segala macam siluman dari langit dan bumi, maka masalah pun datang. Si Pandita tanpa memedulikan segala kebaikan si Ular Putih, berusaha untuk menangkapnya. Beberapa kali Ular Putih lolos, tapi akhirnya ia tertangkap juga dan dikurung di pagoda.

Ini adalah sebuah kisah dari negri China yang sangat terkenal hingga dipentaskan dibeberapa tempat, termasuk Indonesia. Tanggal 19 April kemarin aku dan teman-teman (ko Vincent, Celia, Bernice, mama koVincent) datang ke Graha Budi Bhakti, TIM untuk menyaksikan Drama Ular Putih ini yang dipersembahkan oleh Teater Koma.

Lewat tuturan, nyanyian, dan tarian, Teater Koma mengemas cerita ini dengan menarik. Alur ceritanya dimulai dari adegan  di nirwana yang suci dan tenang. Setelah itu disusul oleh suasa di dunia yang penuh dengan kemiskinan dan penderitaan. Lalu barulah  muncul tokoh yang ditunggu-tunggu, Ular Putih dan Ular Hijau.

Kalau dilihat dari alur cerita, cara penghayatan beberapa tokoh, nyanyian, tarian, gerakan, aku cukup enjoy nonton teater walaupun durasinya 4 jam.Btw, ini pertama kalinya aku nonton Teater Koma.  

Disamping alur dll, yang aku suka dari teater ini adalah karakter dewa di sini. Dewanya beribawa banget keliatannya, tapiiii, waktu udah ngomong ternyata iseng dan lucu banget. Dia sama sekali bukan dewa yang super holy, anteng, dan nirvanawi. Gaya ngomongnya sering membuat penonton ketawa saking gelinya ada dewa kayak begitu.

Selain dewa, karakter yang aku paling suka justru adalah si Dalang yang tiba-tiba muncul kepanggung untuk selingan dan dia bukan pemeran tokoh apa pun. Dalangnya bener bener dalang cerita yang menceritakan cerita Ular Putih. Si Dalang dengan aksen betawi sangat bisa membawa penonton tenggelam dalam ceritanya. Ia juga membuat banyak interaksi dengan penonton dengan melontarkan hal-hal yang berkaitan dengan kehidupan kota saat ini.

Tapi.. Ada beberapa adegan yang sebenernya pengen lebih. Misalnya kayak transformasi ular putih dan hijau jadi manusia. Kirain sampe yang spektakuler gimana gitu. Mungkin faktor waktu kecil sering nonton film-film indosiar.  

Teruss.. mau nulis apa lagi ya.. oh! Apa yang dapat dipelajari dari Teater di atas? Pertanyaan untuk murid sekolah Calvin banget. Tiap kali nonton, pergi-pergi, bikin kasus, pasti --> Analisa & Refleksi!

Dan inilah analisa dan refleksiku:


Dari drama ini saya belajaaar...
untuk berpikir apa yang selama ini kita kerjain waktu taat sama sesuatu. Pendita yang dengan geram menangkap siluman bagaikan tokoh ekstrimis yang tidak mencerna lagi perkataan dewa. Ia digambarkan sebagai orang yang hanya menelan perkataan dewa tanpa mengerti. Iahanya menjalankan sesuatu yang dia rasa dia ngerti dan benar tanpa memedulikan hati nurani. Peraturan adalah segala-galanya baginya. Membunuh pun tidak apa-apa, toh perintahnya gitu. yah pokoknya harus gitu.

Ketika diberikan suatu perintah, kita harus mengerti konteks dan maksud seseorang. Bukan hanya ditelen secara mentah-mentah tanpa mengerti semangat atau alasan dibaliknya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Natalan si Rizki Cilik

Liburan Versi Guru PAUD 2020

Review Buku Anak: Willa & Rempah Kesayangan Ibu