Kobaran Api Sang Negrito

Nabire.. Sebuah lahan dipelosok Indonesia yang terletak di batang leher si Pulau Burung. Di sinilah tinggal seorang pendeta bernama Musa Imbri. Hari-harinya ia habiskan untuk melayani jemaat di daerahnya dan sekitarnya. Daerah lain yang harus ia layani berjarak berpuluh-puluh kilometer. Bisa 30 kilometer, 40 kilometer, bahkan 60-an kilometer. Pendeta Musa Imbiri harus naik-turun gunung untuk sampai ditujuan. Terkadang, ia bisa berjalan kaki hingga tiga hari. Seringkali, bahkan hampir setiap hari, ia menggunakan sepeda motor pinjaman yang ia biayai sendiri. Biaya tersebut mencapai Rp1.000.000 per minggu.
Cintanya pada Tuhan adalaha alasan Pendeta Musa Imbiri untuk tetap semangat dan berani. Ia sering pergi kesuku-suku yang belum tersentuh oleh firman Tuhan. “Di sana suku A jika melihat suku B sangat waspada dan dianggap sangat berbeda. Saya pun dianggap sebagai orang asing karena sukunya berbeda,” begitu kata Pendeta Musa Imbiri. Akan tetapi, ia tak kehabisan akal. Ia mendekati kepala suku dan mencoba mengutarakan maksud baiknya. Jika kepala suku sudah terbuka, rakyat yang tadi penuh kemarahan menjadi sangat anteng dan menurut.
                Selain pergi ke daerah-daerah lain, ia juga mempunyai gereja yang ia gembalai di Nabire. Senen hingga Minggu selalu ada kegiatan. Entah itu doa pagi, ibadah keluarga, konseling pemuda, dan sebagainya. Di dalam gerejanya sendiri pun terdapat tantangan sendiri. Pendeta ini sering menjangkau anak-anak muda untuk kembali kepada Tuhan. Ada orang tua yang tak setuju sampai membawa parang untuk mengancam pak Pendeta. Akan tetapi, pak Pendeta tidak takut. “Saya berpegang pada Tuhan”. Puji Tuhan! Tuhan pun memelihara pak Pendeta sampai hari ini masih hidup dan mengikuti acara KIN (Konvensi Injil Nasional) yang diadakan 4-9 November 2013 di Reformed Millenium Center Indonesia.
                ”Wah, saya sangat senang bisa ikut KIN,” ungkap Pak Pendeta sambil sedikit meloncat. Senyum lebarnya yang tulus membuat kami terus tertarik dengannya. Dia berharap setelah mengikut KIN, ia akan mengembalakan gerejanya dengan lebih baik.
                Jiwa pelayanan yang membara, rela berkorban untuk Tuhan (tenaga maupun uang), berani mati adalah tiga hal yang kami, penulis belajar  dari seorang sosok Pendeta Musa Imbiri yang bertubuh tinggi, keriting, dan hitam.

              ”Lebih banyak orang Indonesia yang datang menginjili ke pelosok-pelosok Papua yang belum terjangkau oleh Injil,” inilah harapan dari seorang Pendeta Musa Imbiri kepada kita, anak-anak Indonesia. Masih banyak saudara-saudara kita yang hidup terpencil dan tidak pernah mendengar nama “Kristus”. Mereka butuh Injil. Dan siapakah yang Tuhan utus pergi ke sana? Mungkinkah kita, teman-teman?

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Natalan si Rizki Cilik

Liburan Versi Guru PAUD 2020

Review Buku Anak: Willa & Rempah Kesayangan Ibu